Tuesday, April 23, 2013

TELOR, WORTEL, DAN KOPI

Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan
menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak
tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah
untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul
masalah baru. Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Dengan bijak dia menunjukkan suatu rahasia pada anaknya. Ia mengisi
3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api.

Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh
wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh
kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa
berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar,
memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit,
sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di
mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain,
dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.


Lalu ia bertanya kepada anaknya, "Apa yang kau lihat,
nak?" "Wortel, telur, dan kopi" jawab si anak. Ayahnya mengajaknya
mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan
merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya
mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia
mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya
memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi
dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, "Apa arti
semua ini, Ayah ?"

Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah
menghadapi 'kesulitan' yang sama, melalui proses perebusan, tetapi
masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda. Wortel sebelum
direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus,
wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah.
Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi
setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami
perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi
merubah air tersebut.

"Kamu termasuk yang mana ?," tanya ayahnya. "Ketika
kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu
wortel, telur atau kopi ? "Apakah kamu adalah wortel yang
kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan,
kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu."

"Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati
lembut ? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian,
patah hati, perceraian atau pemecatan maka hatimu menjadi keras dan
kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan
keras dengan jiwa dan hati yang kaku ?"

"Ataukah kamu adalah bubuk kopi ? Bubuk kopi merubah air
panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya
yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai
suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat." "Jika kamu seperti bubuk
kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi
semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik."

Itulah nasehat bijak dari ayahnya. Hal itu juga pastinya berhubungan dengan diri kita semua. Apakah kita memiliki semangat gigih dalam menghadapi suatu masalah. Semuanya ditentukan oleh diri kita sendiri untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik.

"PeTELrjuangan Terbesar Bukanlah Melawan Musuh yg Tampak Mata, Tapi Nafsu yang ada dalam Diri Kita Sendiri"

Friday, April 19, 2013

Menjadi Majikan Bagi" TAKDIR"Diri Sendiri

Miskin dan kaya adalah nasib ” ini adalah mitos yang berlaku di dalam masyarakat, khususnya di negara berkembang. Tak terkecuali di negara kita, Indonesia.
Kita sering mendengar, bahkan mungkin termasuk di antara kita pernah berucap; miskin sudah merupakan nasib kita. Bagaimanapun kita bekerja keras, tidak mungkin berubah, karena ini sudah suratan takdir. Sebaliknya, kalau nasib kita sudah ditentukan kaya dari “sononya”, maka usaha apa pun, bahkan kerja “seenaknya” bisa menjadikan kita sukses dan kaya.
Mitos seperti ini, sadar atau tidak, sudah diterima secara dogmatis di dalam masyarakat kita. Ditambah dengan mitos-mitos modern yang destruktif, seperti; bila kita berpendidikan rendah (hanya lulusan SMA/SMP/bahkan SD) maka spontan yang timbul di benak kita; kita sulit maju, sulit sukses dan kaya.

Dengan persepsi seperti ini, jelas kita telah terkena penyakit mitos yang menyesatkan. Hal ini akan mempengaruhi sikap mental dalam praktek di kehidupan nyata, sehingga menghasilkan kualitas hidup “ala kadarnya” atau sekedar hidup. Jika mitos ini dimiliki oleh mayoritas masyarakat kita, bagaimana mungkin kita bisa mengentaskan kemiskinan untuk menuju pada cita cita bangsa , yaitu; masyarakat adil-makmur dan sejahtera.

Kemiskinan sering kali merupakan penyakit dari pikiran dan hasil dari ketidaktahuan kita tentang prinsip hukum kesuksesan yang berlaku. Bila kita mampu berpikir bahwa kita bisa sukses dan mau belajar, serta menjalankan prinsip-pinsip hukum kesuksesan, mau membina karakteristik positif, yaitu; punya tujuan yang jelas, mau kerja keras, ulet, siap belajar, dan berjuang, maka akan terbuka kemungkinan-kemungkinan atau aktifitas-aktifitas produktif yang dapat merubah nasib gagal menjadi sukses. Miskin menjadi kaya! Seperti pepatah dalam bahasa Inggris “character is destiny”, karakter adalah nasib.

Tidak peduli bagaimana Anda hari ini, dari keturunan siapa, berwarna kulit apa, atau apa latar belakang pendidikan Anda. Ingat, Anda punya hak untuk sukses!!!
Seperti kata-kata mutiara yang saya tulis; Kesuksesan bukan milik orang-orang tertentu. Sukses milik Anda, milik saya, dan milik siapa saja yang benar-benar menyadari, menginginkan, dan memperjuangkan dengan sepenuh hati.

Hancurkan mitos “miskin adalah nasib saya!”
Bangun karakter dan mental sukses!!!
Karena kita adalah penentu masa depan kita sendiri!
Majikan bagi nasib kita sendiri!
Sekali lagi, Jadilah majikan bagi nasib diri sendiri.